Selasa, 01 Desember 2015

FADHILAH HUKUM dan PERSYARATAN BERZIARAH KUBUR







Beberapa hari belakangan ini banyak pemberitaan mengenai kubur salah seorang da’i nasional yang diziarahi oleh masyarakat banyak. Namun, ziarah yang dilakukan oleh sebagian masyarakat tersebut menuai kontroversi dan kritik dikarenakan sudah melanggar batasan-batasan Islam mengenai ziarah.
Berikut ini kami ringkaskan pembahasan mengenai hukum ziarah kubur dan adab-adabnya dari kitab Fiqih Islami wa Adilatuhu karangan Syaikh Prof. DR. Wahbah Az Zuhaili, seorang ulama fiqih dari Suriah yang sangat masyhur. Kami lengkapi juga dari sumber-sumber lain.
Tentang Ruh si Mayit
Pendapat Ahlu Sunnah wal Jamaah, bahwa ruh yaitu jiwa yang dapat berbicara, yang mampu untuk menjelaskan, memahami objek pembicaraan, tidak musnah karena musnahnya jasad. Ia adalah unsur inti, bukan esensi. Ruh-ruh orang yang sudah meninggal itu berkumpul, lalu yang berada di tingkatan atas bisa turun ke bawah, tapi tidak sebaliknya.
Menurut Salafush Shahih dan para pemukanya, bahwa siksa dan kenikmatan dirasakan oleh ruh dan badan mayat. Ruh tetap kekal setelah terpisah dari badan yang merasakan kenikmatan atau siksaan, kadang juga bersatu dengan badan sehingga merasakan juga kenikmatan dan siksaan. Ada pendapat lain dari Ahlus Sunnah bahwa kenikmatan dan siksa untuk badan saja, bukan ruh.
Hukum Ziarah Kubur
Untuk kaum laki-laki, ulama fiqih tidak ada pertentangan mengenai hukumnya, yakni sunnah. Bahkan Ibnu Hazm mengatakan, ‘”Sesungguhnya ziarah kubur itu wajib, meski sekali seumur hidup, karena ada perintahnya.”
Namun, untuk perempuan, ulama fiqih berselisih pendapat.
1. Sunnah Bagi Perempuan, Seperti Halnya Laki-laki
Ini adalah pendapat paling shahih dalam madzhab Hanafi. Dalilnya adalah keumuman nash tentang ziarah. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Aku pernah melarang kalian untuk berziarah kubur, maka ziarahilah (sekarang)! Karena sesungguhnya ziarah kubur dapat mengingatkan kalian akan kematian.” (HR Muslim dari Abu Buraidah)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah bahwa, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendatangi makam syuhada Uhud setiap awal tahun, seraya bersabda, ‘Keselamatan bagi kalian atas kesabaran kalian, sungguh sebaik-baik tepat tinggal terakhir.’”
Namun mereka juga mengatakan bahwa tidak diperbolehkan kaum perempuan berziarah jika untuk mengingat kesedihan, menangis, atau melakukan apa yang biasa dilakukan oleh mereka, dan akan terkena hadits, “Allah melaknat wanita yang sering berziarah kubur.” Namun, jika tujuannya mengambil pelajaran, memohon rahmat Allah tanpa harus menangis, maka diperbolehkan.
2. Makruh Bagi Perempuan
Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Sebab asal hukum ziarah mereka itu dilarang, lalu dihapus. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Aku pernah melarang kalian untuk berziarah kubur, maka ziarahilah (sekarang)!”
Sebab dimakruhkannya perempuan untuk ziarah kubur karena mereka sering menangi, berteriak, disebabkan perasaannya lembut, banyak meronta, dan sulit menghadapi musibah. Namun, hal itu tidak sampi diharamkan.
Dalam riwayat Muslim, Ummu Athiyah berkata, “Kami dilarang untuk berziarah kubur, tetapi beliau tidak melarang kami  dengan keras.”
Imam At Tirmidzi meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, “Allah melaknat wanita yang sering berziarah kubur.” (shahih)
Akan tetapi, menurut madzhab Maliki, hal ini berlaku untuk gadis, sedangkan untuk wanita tua yang tidak tertarik lagi dengan laki-laki, maka dihukumi seperti laki-laki.
Tatacara dan Adab Ziarah Kubur
Tujuan utama ziarah kubur adalah mengingat mati dan mengingat akhirat sebagaimana dinyatakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Aku pernah melarang kalian untuk berziarah kubur, maka ziarahilah (sekarang)! Karena sesungguhnya ziarah kubur dapat mengingatkan kalian akan kematian.” (HR Muslim dari Abu Buraidah)
Dari Anas bin Malik, “Sesungguhnya ziarah itu akan melunakkan hati, mengundang air mata dan mengingatkan pada hari kiamat.” (HR Al Hakim)
Oleh karena itu, tujuan itu harus senantiasa dipancangkan di dalam hati orang yang berziarah.
Selain itu, ada beberapa adab dalam berziarah kubur:
1. Dianjurkan Melepas Alas Kaki
Dianjurkan menurut madzhab Hanbali, melepas sandal ketika masuk ke areal pemakaman karena ini sesuai dengan perintah dalam hadits Busyair bin Al Khashahshah:
Ketika aku berjalan mengiringi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ternyata ada seseorang berjalan di kuburan dengan mengenakan kedua sandalnya. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan “Hai pemakai dua sandal, tanggalkan kedua sandal kamu!” Orang itu pun menoleh. Ketika dia tahu bahwa itu ternyata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ia melepaskannya serta melemparkan keduanya. (HR. Abu Dawud, hasan)
Diperbolehkan tetap memakai sandal jika ada penghalang semacam duri, kerikil yang panas, atau semacam keduanya. Ketika itu, tidak mengapa berjalan dengan kedua sandal di antara kuburan untuk menghindari gangguan itu.
2. Mengucapkan Salam
Disunnahkan bagi orang yang berziarah mengucapkan salam kepada penghuni kuburan Muslim. Adapan ucapan salam hendaklah menghadap wajah mayat, lalu mengucapkan salam sebagaimana telah diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada para Shahabatnya ketika mereka berziarah kubur,
“Assalamu ‘alaikum dara qaumin Mu’minin, wa insya Allah bikum laa hiqun.”
Artinya, “Keselamatan atas kalian di tempat orang Mukmin, dan kami insya Allah akan menyusul kalian juga.”
Atau bisa juga dengan lafal lain, “Assalamu ‘ala ahlid diyari minal Mu’minina wal Muslimin, wa inna insya Allah ta’ala bikum laa hiqun. As-alullahu lana wa lakumul afiyah.”
Artinya, “Keselamatan kepada penghuni kubur dari kaum Mukminin dan Muslimin, kami insya Allah akan menyusul kalian. Aku memohon keselamatan kepada Allah untuk kami dan kalian semua.”
Kedua lafazh salam tersebut diriwayatkan Imam Muslim.
3. Membaca Surat Pendek
Dianjurkan membacakan Al Quran atau surat pendek.  Ini adalah sunnah yang dilakukan di kuburan. Pahalanya untuk orang yang hadir, sedang mayat seperti halnya orang yang hadir yang diharapkan mendapatkan rahmat.
Disunnahkan membaca surat Yasin seperti yang diriwayatkan Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Hibban, dan Al Hakim dari Ma’qal bin Yassar, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Bacakanlah surah Yasin pada orang yang meninggal di antara kalian.”
Sebagian ulama menyatakan hadits ini dha’if. Imam Asy Syaukani dan Syaikh Wahbah Az Zuhaili menyebutkan bahwa hadits ini berstatus hasan. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa membacakan Al Quran ini dilakukan saat sakaratul maut, bukan setelah meninggal.
4. Mendoakan si Mayat
Selanjutnya mendoakan untuk mayat usai membaca Al Quran dengan harapan dapat dikabulkan. Sebab doa sangat bermanfaat untuk mayat. Ketika berdoa, hendaknya menghadap kiblat.
Saat berziarah kubur di Baqi’, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdoa dengan lafazh, “Allahummaghfir li Ahli Baqi’il gharqad.”
5. Berziarah dalam Posisi Berdiri
Disunnahkan ketika berziarah dalam keadaan berdiri dan berdoa dengan berdiri, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika keluar menuju Baqi’.
Selain itu, jangan duduk dan berjalan di atas pusara kuburan. Dalam riwayat Muslim, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sungguh jika salah seorang dari kalian duduk di atas bara api sehingga membakar bajunya dan menembus kulitnya, itu lebih baik daripada duduk di atas kubur.” Sedangkan jika berjalan di samping atau di antara pusara-pusara kubur, maka itu tidak mengapa.
6. Menyiramkan Air di Atas Pusara
Diperbolehkan menyiramkan air biasa di atas pusara si mayat berdasarkan hadits berikut, “Sesungguhnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyiram (air) di atas kubur Ibrahim, anaknya, dan meletakkan kerikil di atasnya.”  Hadits diatas oleh Abu Dawud dalam Al Marasil, Imam Baihaqi dalam Sunan, Thabarani dalam Mu’jam Al Ausath. Syaikh Al Albani menyatakan sanadnya kuat di dalam Silsilah Ahadits Shahihah.
Sedangkan menyiram dengan air kembang tujuh rupa atau menabur bunga, maka itu tidak dituntunkan oleh syari’at.
Hal-hal yang Makruh dan Munkar Saat Berziarah
  • Madzhab Maliki menyatakan makruh hukumnya makan, minum, tertawa, dan banyak bicara, termasuk juga membaca Al Quran dengan suara keras. Tidaklah pantas bagi seseorang yang berada di pekuburan, baik dia bermaksud berziarah atau hanya secara kebetulan untuk berada dalam keadaan bergembira dan senang seakan-akan dia berada pada suatu pesta, seharusnya dia ikut hanyut atau memperlihatkan perasaan ikut hanyut di hadapan keluarga mayat.
  • Syaikh Wahbah Az Zuhaili menyebutkan, “Makruh hukumnya mencium peti yang dibuat di atas makam, atau mencium makam, serta menyalaminya, atau mencium pintunya ketika masuk berziarah makam aulia.”
  • Mengkhususkan hari-hari tertentu dalam melakukan ziarah kubur, seperti harus pada hari Jum’at, tujuh atau empat puluh hari setelah kematian, pada hari raya dan sebagainya, maka itu tak pernah diajarkan oleh Rasulullah dan beliau pun tidak pernah mengkhususkan hari-hari tertentu untuk berziarah kubur. Sedangkan hadits-hadits tentang keutamaan ziarah pada hari Jum’at adalah dha’if sebagaimana dinyatakan para Imam Muhaditsin. Oleh karena itu, ziarah kubur dapat dilakukan kapan saja.
  • Sedangkan shalat persis di atas kuburan seseorang dan menghadap kuburan tanpa tembok penghalang, maka ulama sepakat tentang ketidakbolehannya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Janganlah kalian shalat menghadap kuburan dan jangan pula kalian duduk di atasnya.”  (HR Muslim) Sedangkan jika di samping kubur, maka terjadi sejumlah perselisihan ulama, ada yang memakruhkannya, dan ada yang mengharamkannya. Demi kehati-hatian, kami berpendapat untuk tidak melaksanakan shalat di kompleks pekuburan. Selain itu, Ibnu Hibban meriwayatkan dari Anas bin Malik, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang dari shalat di antara kuburan.” Dikecualikan dari hal ini adalah bagi seseorang yang ingin melaksanakan shalat jenazah, tetapi tidak berkesempatan menshalati mayit saat belum dikuburkan.
  • Dilarang juga mengencingi dan berak di atas kuburan. Diriwayatkan Abu Hurairah, bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Barang siapa yg duduk di atas kuburan, yang berak dan kencing di atasnya, maka seakan dia telah menduduki bara api.”
  • Tidak diperbolehkan melakukan thawaf (ibadah dengan cara mengelilingi) kuburan. Hal ini sering dijumpai dilakukan oleh orang-orang awam di kuburan orang-orang shalih. Dan ini termasuk dalam kesyirikan. Thawaf hanya boleh dilakukan pada Baitullah Ka’bah. Allah berfirman, “Dan hendaklah mereka melakukan Thawaf disekeliling rumah yang tua (Baitul ‘Atiq atau Baitullah) itu.” (QS Al Hajj : 29)
  • Berdoa, meminta perlindungan, meminta tolong,  pada penghuni kubur juga tidak diperbolehkan, hukumnya haram dan merupakan kesyirikan. Berdoa hanya boleh ditujukan pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan berdoa dengan perantaraan si mayit (tawasul), maka hal itu diperselisihkan. Pendapat yang kuat adalah tidak diperbolehkan.
  • Tidak diperbolehkan memasang lilin atau lampu di atas pusara kuburan. Selain hal itu merupakan tatacara ziarah orang Ahli Kitab dan Majusi, dalam riwayat Imam Al Hakim disebutkan, “Rasulullah melaknat….dan (orang-orang yang) memberi penerangan (lampu pada kubur).”
  • Tidak boleh memberikan sesajen berbentuk apapun, baik berupa bunga, uang, masakan, beras, kemenyan, dan sebagainya. Juga dilarang menyembelih hewa atau kurban di kuburan. Selain itu, tidak boleh mengambil benda-benda dari kubur seperti kerikil, batu, tanah, bunga, papan, pelepah, tulang, tali dan kain kafan, serta yang lainnya untuk dijadikan jimat.



Islam adalah agama yang paling mulia di sisi Allah , karena Islam dibangun diatas agama yang wasath (adil) diseluruh sisi ajarannya, tidak tafrith (bermudah-mudahan dalam beramal) dan tidak pula ifrath (melampaui batas dari ketentuan syari’at). Allah berfirman :
“Dan demikian pula, Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) umat yang adil dan pilihan ….” (Al Baqarah: 142)
Ziarah kubur termasuk ibadah yang mulia di sisi Allah bila dilandasi dengan prinsip wasath (tidak ifrath dan tidak pula tafrith). Tentunya prinsip ini tidak akan terwujud kecuali harus diatas bimbingan sunnah Rasulullah . Barangsiapa yang menjadikan Rasulullah sebagai suri tauladan satu-satunya, sungguh ia telah berjalan diatas hidayah Allah . Allah berfirman :
وَإِن تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا ۚ
“Dan jika kalian mentaati (nabi Muhammad ), pasti kalian akan mendapatkan hidayah (dari Allah ).” (An-Nuur: 54) Hikmah Dilarangnya Ziarah Kubur Sebelum Diizinkannya
Dahulu Rasulullah melarang para sahabatnya untuk berziarah kubur sebelum disyari’atkannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda :
“Sesungguhnya aku dahulu telah melarang kalian untuk berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah! Karena dengannya, akan bisa mengingatkan kepada hari akhirat dan akan menambah kebaikan bagi kalian. Maka barangsiapa yang ingin berziarah maka lakukanlah, dan jangan kalian mengatakan ‘hujr’ (ucapan-ucapan batil).” (H.R. Muslim), dalam riwayat (HR. Ahmad): “dan janganlah kalian mengucapkan sesuatu yang menyebabkan kemurkaan Allah.”
Al Imam An Nawawi berkata: “Sebab (hikmah) dilarangnya ziarah kubur sebelum disyari’atkannya, yaitu karena para sahabat di masa itu masih dekat dengan masa jahiliyah, yang ketika berziarah diiringi dengan ucapan-ucapan batil. Setelah kokoh pondasi-pondasi Islam dan hukum-hukumnya serta telah tegak simbol-simbol Islam pada diri-diri mereka, barulah disyari’atkan ziarah kubur. (Al Majmu’: 5/310)
Tidak ada keraguan lagi, bahwa amalan mereka di zaman jahiliyah yaitu berucap dengan sebatil-batilnya ucapan, seperti berdo’a, beristighotsah, dan bernadzar kepada berhala-berhala/patung-patung di sekitar Makkah ataupun di atas kuburan-kuburan yang dikeramatkan oleh mereka.
Tujuan Disyari’atkannya Ziarah Kubur
Para pembaca, marilah kita perhatikan hadits-hadits dibawah ini:
1. Hadits Buraidah bin Hushaib , Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya aku dahulu telah melarang kalian untuk berziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah karena akan bisa mengingatkan kalian kepada akhirat dan akan menambah kebaikan bagi kalian.” (HR. Muslim)
dari sahabat Buraidah juga, beliau berkata: “Rasulullah telah mengajarkan kepada para sahabatnya, bilamana berziarah kubur agar mengatakan:
“Assalamu’alaikum wahai penduduk kubur dari kalangan kaum mukminin dan muslimin. Kami Insya Allah akan menyusul kalian. Kalian telah mendahului kami, dan kami akan mengikuti kalian. Semoga Allah memberikan ampunan untuk kami dan kalian.”(HR. Muslim 3/65)
2. Hadits Abu Sa’id Al Khudri dan Anas bin Malik :
“sekarang berziarahlah ke kuburan karena sesungguhnya di dalam ziarah itu terdapat pelajaran yang besar… . Dalam riwayat sahabat Anas bin Malik : … karena dapat melembutkan hati, melinangkan air mata dan dapat mengingatkan kepada hari akhir.” (H.R Ahmad 3/37-38, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ahkamul Janaiz hal: 228).
3. Hadits ‘Aisyah :
“Dahulu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam pernah keluar menuju kuburan Baqi’ lalu beliau mendo’akan kebaikan untuk mereka. Kemudian ‘Aisyah bertanya kepada Rasulullah tentang perkara itu. Beliau berkata: “Sesungguhnya aku (diperintahkan oleh Allah) untuk mendo’akan mereka. (HR. Ahmad 6/252 dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani , lihat Ahkamul Janaiz hal. 239)
Dalam riwayat lain, ‘Aisyah bertanya: “Apa yang aku ucapkan untuk penduduk kubur? Rasulullah berkata: “Ucapkanlah:
“Assalamu’alaikum wahai penduduk kubur dari kalangan kaum mukminin dan muslimin. Semoga Allah memberikan rahmat kepada orang-orang yang mendahului kami ataupun yang akan datang kemudian. Dan kami Insya Allah akan menyusul kalian.” (HR. Muslim hadits no. 974)
Dari hadits-hadits di atas, kita dapat mengetahui kesimpulan-kesimpulan penting tentang tujuan sebenarnya dari ziarah kubur:
a. Memberikan manfaat bagi penziarah kubur yaitu untuk mengambil ibrah (pelajaran), melembutkan hati, mengingatkan kematian dan mengingatkan tentang akan adanya hari akhirat.
b. Memberikan manfaat bagi penghuni kubur, yaitu ucapan salam (do’a) dari penziarah kubur dengan lafadz-lafadz yang terdapat pada hadits-hadits di atas, karena inilah yang diajarkan oleh Nabi , seperti hadits Aisyah dan yang lainnya.
Bilamana ziarah kubur kosong dari maksud dan tujuan tersebut, maka itu bukanlah ziarah kubur yang diridhoi oleh Allah . Al-Imam Ash-Shan’ani rahimahullah mengatakan: “Semuanya menunjukkan tentang disyariatkannya ziarah kubur dan penjelasan tentang hikmah yang terkandung padanya yaitu agar dapat mengambil ibrah (pelajaran). Apabila kosong dari ini (maksud dan tujuannya) maka bukan ziarah yang disyariatkan.” (Lihat Subulus Salam, 2/162)
Catatan Penting Bagi Penziarah Kubur
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan bagi penziarah kubur, yaitu:
Pertama: Menjauhkan hujr yaitu ucapan-ucapan batil.
Sebagaimana hadits Rasulullah :
“…maka barangsiapa yang ingin berziarah maka lakukanlah dan jangan kalian mengatakan ‘hujr’ (ucapan-ucapan batil).” (H.R. Muslim), dalam riwayat (HR. Ahmad): “…dan janganlah kalian mengucapkan sesuatu yang menyebabkan kemurkaan Allah.”
Berbicara realita sekarang, maka sering kita jumpai para penziarah kubur yang terjatuh dalam perbuatan ini. Mereka mengangkat kedua tangannya sambil berdo’a kepada penghuni kubur (merasa belum puas /khusyu’) mereka sertai dengan sujud, linangan air mata (menangis), mengusap-usap dan mencium kuburannya. Tidak sampai disini, tanah kuburannya dibawa pulang sebagai oleh-oleh keluarganya untuk mendapatkan barakah atau sebagai penolak bala’. Adakah perbuatan yang lebih besar kebatilannya di hadapan Allah dari perbuatan ini? Padahal tujuan diizinkannya ziarah kubur -sebagaimana yang telah disebutkan- adalah untuk mendo’akan penghuni kubur, dan bukan berdo’a kepada penghuni kubur.
Kedua: Tidak menjadikan kuburan sebagai masjid.
Rasulullah bersabda:
“Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai watsan (sesembahan selain Allah), sungguh amat besar sekali kemurkaan Allah terhadap suatu kaum yang menjadikan kuburan-kuburan para nabi sebagai masjid-masjid.” (HR. Ahmad)
Kalau demikian, bagaimana besarnya kemurkaan Allah kepada orang yang menjadikan kuburan selain para nabi sebagai masjid?
Makna menjadikan kuburan sebagai masjid mencakup mendirikan bangunan masjid di atasnya ataupun beribadah kepada Allah di sisi kuburan. Maka dari itu, tidak pernah dijumpai para sahabat Nabi meramaikan kuburan dengan berbagai jenis ibadah seperti shalat, membaca Al Qur’an, atau jenis ibadah yang lainnya. Karena pada dasarnya perbuatan itu adalah terlarang, lebih tegas lagi larangan tersebut ketika Rasulullah bersabda:
“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan dan jangan pula kalian menjadikan kuburanku sebagai tempat yang selalu dikunjungi. Karena di manapun kalian bershalawat untukku, niscaya akan sampai kepadaku.” (HR. Abu Dawud)
Ketiga: Tidak melakukan safar (perjalanan jauh) dalam rangka ziarah kubur.
Rasulullah bersabda:
“Jangan kalian bepergian mengadakan safar (dengan tujuan ibadah) kecuali kepada tiga masjid: masjidku ini, Masjid Al-Haram, dan Masjid Al-Aqsha.” (HR. Al-Bukhari no. 1139 dan Muslim no. 415)
Ziarah ke kubur Nabi dan dua sahabatnya Abu Bakar dan Umar merupakan amalan mustahabbah (dicintai) dalam agama ini, namun dengan syarat tidak melakukan safar semata-mata dengan niat ziarah. Sehingga salah kaprah anggapan orang bahwa safar ke masjid An Nabawi atau safar ke tanah Suci (Masjidil Haram) hanya dalam rangka berziarah ke kubur Nabi dan tidak dibenarkan pula safar ke tempat-tempat napak tilas para nabi dengan niat ibadah, sebagaimana penegasan hadits di atas tidak bolehnya mengadakan safar dalam rangka ibadah kecuali ke tiga masjid saja.
Al Imam Ahmad meriwayatkan tentang kejadian Abu bashrah Al Ghifari yang bertemu Abu Hurairah . Beliau bertanya kepada Abu bashrah: “Dari mana kamu datang? Abu bashrash menjawab: “Aku datang dari Bukit Thur dan aku shalat di sana.” Berkata Abu Hurairah : “Sekiranya aku menjumpaimu niscaya engkau tidak akan pergi ke sana, karena aku mendengar Rasulullah bersabda: “Jangan kalian bepergian mengadakan safar (dengan tujuan ibadah) kecuali kepada tiga masjid: masjidku ini, Masjid Al-Haram, dan Masjid Al-Aqsha.”
Adapun hadits-hadits yang tersebar di masyarakat seperti:
“Barang siapa yang berziarah ke kuburanku, niscaya baginya akan mendapatkan syafaatku.”
dalam hadist lain juga dijelaskan :
“Barangsiapa berziarah ke kuburanku dan kuburan bapakku pada satu tahun (yang sama), aku menjamin baginya Al Jannah.”
dalam hadist lain juga menjelaskan :
“Barangsiapa berhaji dalam keadaan tidak berziarah ke kuburanku, berarti ia meremehkanku”
Semua hadits-hadits di atas ini dho’if (lemah) bahkan maudhlu’ (palsu), sehingga tidak diriwayatkan oleh Al-Imam Bukhari, Muslim, tidak pula Ashabus-Sunan; Abu Daud, An-Nasai’ dan selain keduanya, tidak pula Imam Malik, Asy-Syafi’i, Ahmad, Ats-Tsauri, Al-Auzai’, Al-Laitsi dan lainnya dari para imam-imam ahlu hadits. (lihat Majmu’ Fatawa 27/29-30).
Keempat: Tanah kubur Nabi tidaklah lebih utama dibanding Masjid Nabawi
Tidak ada satu dalil pun dari Al Qur’an, As Sunnah ataupun perkataan dari salah satu ulama salaf yang menerangkan bahwa tanah kubur Nabi lebih utama dibanding Masjidil Haram, Masjid Nabawi atau Masjidil Aqsha. Hanyalah pernyataan ini berasal dari Al Qadhi Iyadh. Segala pernyataan yang tidak dilandasi dengan Al Qur’an ataupun As Sunnah sangat perlu dipertanyakan, apalagi tidak ada seorang pun dari ulama yang menyatakan demikian. (Lihat Majmu’ Fatawa 27/37)
Kelima: Tidak mengkhususkan waktu tertentu baik hari ataupun bulan. Karena tidak ada satu nash pun dari Al-Qur’an, As-Sunnah ataupun amalan para sahabat nabi yang menjelaskan keutamaan waktu tertentu untuk ziarah.
Keenam: Tidak diperbolehkan jalan ataupun duduk diatas kubur. Sebagaimana Rasulullah bersabda:
“Sungguh jika salah seorang diantara kalian duduk di atas bara api, sehingga membakar bajunya dan menembus kulitnya, lebih baik baginya daripada duduk di atas kubur”. (HR. Muslim 3/62)
dalam hadist lain juga dijelaskan :
“Sungguh aku berjalan di atas bara api, atau (tajamnya) sebilah pedang, ataupun aku menambal sandalku dengan kakiku, lebih aku sukai daripada aku berjalan di atas kubur seorang muslim.” (HR. Ibnu Majah dan selainnya)









       Ziarah kubur artinya mendatangi kubur seseorang, baik kubur kerabat/famili atau para waliyullah, ulama, salaf sholihin yang telah meninggal dunia dengan tujuan untuk mendoakan ahli kubur dan sebagai pelajaran (ibrah) bagi peziarah bahwa tidak lama lagi ia juga akan menyusul menghuni kuburan, sehingga dengan ziarah kubur, insya Allah, ia dapat lebih membekali diri dengan amal soleh dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Pada permulaan Islam dimana umat Islam pada waktu itu masih berbaur dengan praktek kebudayaan jahiliyah, Rasullullah SAW melarang berziarah kubur. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga aqidah umat Islam yang masih baru. Setelah akidah umat Islam semakin kuat dan tidak ada kekhawatiran untuk berbuat syirik, ditunjang dengan ayat-ayat suci Al-Qur’an pun sudah banyak turun hampir sempurna, maka Rasulullah SAW membolehkan para sahabatnya untuk melakukan ziarah kubur. Karena ziarah kubur dapat membantu umat Islam untuk mengingat saat kematiannya dan memperkuat imannya.
Dan bahkan Rasulullah SAW sendiri menjalankannya. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi SAW. sebagai berikut:
"KAANA 'ALAIHISH SHALAATU WASSALAAMU, YAZUURU QUBUURA SUU'HADAA-I UHUDIN WA QUBUURA AHLIL BAQII’ WAYUSALLIMU WAYAD-'UULAHUM: ASSALAAMU 'ALAIKUM AHLAD DIYAARI MINAL MUKMINIINA WAL MUSLIMIINA WAINNAA IN SYAA-ALLAAHU BIKUM LAAHIQUUNA, NASALULLAAHA WALAKUMUL 'AAFIYATA". (HR. Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah)

 
Artinya: "Rasulullah SAW berziarah ke makam pahlawan Uhud dan makam ahli Baqi', beliau memberi salam dan mendoakan kepada mereka, sabdanya: "Assalaamu 'alaikum Ahlad diyaari minal Mukminiina wal muslimiina wa innaa isyaa Allaahu bikum laahikum, Nas ‘alullaaha lanaa walakumul 'aafiyata., artinya" semoga kesejahteraan bagimu wahai ahli kubur dari orang-­orang mukmin dan orang-orang Islam. Insya Allah kami akan bertemu dengan kamu. Kami mohon kesejahteraan kepada Allah untuk kami dan kamu sekalian". (HR. Imam Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah).

Dalam hadits lain disebutkan sebagai berikut:

"ANIBNI MAS'UUDIN RADIYALLAAHU 'ANHU QAALA: KUNTU NAHAITUKUM 'AN ZIYAARATIL QUBUURI, FAZUURUUHAA FAINNAHAA TUZAHHIHUD DUN-YAA WATUDZAKKIRUL AAKHTRAH".
Artinya: "Dari Ibnu Masud ra. sesungguhnya Nabi SAW bersabda: Aku dulu telah melarang kamu berziarah kubur maka (sekarang) berziarahlah (ke kubur). Karena ziarah kubur itu dapat menjauhkan keduniaan dan dapat pula mengingatkan alam akhirat" (HR. Ibnu Majah)


Hadits Rasulullah SAW bersabda :

نهيتكم عن زيارة القبور فزوروها ( أخرجه الامام مسلم في صحيحه
 46-7

Artinya : “ Dahulu aku melarang kalian untuk ziarah kubur sekarang ziarahlah kalian semua”       ( HR: Imam Muslim ).
Dan disebutkan didalam riwayat Imam Ibnu Majah, Rasul SAW bersabda :

كنت قد نهيتكم عن زيارة القبور فزوروها فإنّها تزهد في الدّنيا وتذكركم الأخرة.
(أخرجه ابن ماجة 1-501


Artinya : “Dahulu aku melarang ziarah kubur, sekarang ziarahlah kalian semua karena sesungguhnya ziarah itu membuat kalian tidak tamak kepada dunia dan mengingatkanmu akan akhirat. (HR Ibnu Majah)
Dari hadits-hadits ini kita bisa ambil kesimpulan bahwa ziarah kubur itu hukumnya sunnah , dan juga para ulama’ pun ikut memberikan pendapat demikian sebagaimana diriwayatkan oleh ibnu Qodamah didalam kitab Mughni Imam Ahmad bin Hanbal beliau ditanya tentang ziarah kubur apakah lebih afdol ziarah kubur atau meninggalkannya ? maka beliaupun menjawab : “ ziarah kubur lebih afdol “.
Doktor Said Muhammad Romadhon Al-Buthi semoga Allah menjaganya berkata : “sekarang ini banyak dari manusia yang mengingkari pembacaan Al-Qur’an yang pahalanya ditujukan pada orang-orang meninggal dan menganggap remeh ziarah pada orang yang telah meninggal mungkin mereka yang mengatakan seperti itu mengingkari perintah Rasulullah SAW.” Terlebih lagi dianjurkan bagi kaum muslimin untuk berziarah kepada makam Nabi Muhammad SAW karena perbuatan itu termasuk paling agungnya hal yang baik, paling mudahnya jalan untuk menuju ke derajat yang tinggi, berkata Syeikh Yusuf : “Barang siapa yang berkeyakinan tidak seperti hal ini maka dia benar-benar telah berpaling dari Allah SWT, Rasul-NYA dan kelompok ulama’ yang telah dipanuti.”
Berkata Al-Qodhiy I’yad Rakhimahullah : “Ziarah ke makam Rasul SAW itu merupakan ajaran dari ajarannya kaum muslimin yang sudah disepakati dan fadhilahnya sangatlah banyak.” Termasuk dari sunnah muakkadah menuju Madinah Almunawwarah untuk berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW dan juga ke taman dari taman surga, Nabi Muhammad SAW  bersabda :
ما بين قبري ومنبري روضة من رياض الجنّة ومنبري على حوضي ( أخرجه البخاري 1196 & مسلم 3357

Artinya : “ Antara makamku dan mimbarku adalah taman dari taman surga dan mimbarku di atas telagaku.” ( HR imam Bukhori & imam Muslim )
Baginda Nabi Muhammad SAW pun bersabda :

من زار قبري وجبت له شفاعتي   ( أخرجه الدار القطني 2-278

Artinya : “ Barang siapa ziarah makamku maka wajib baginya mendapat syafaatku.”
Di dalam hadits yang lain, kitab Jami’us Saghir, al-Imam Suyuthi meriwayatkan bahwa Rasul SAW bersabda :
من زارني بالمدينة محتسبا كنت له شهيدا وشفيعا يوم القيامة ( ذكره السيوطي في الجامع الصغير 8716 ورمز لحسنه
وروي : من حجّ البيت ولم يزرني فقد جفاني


Artinya : “Barang siapa yang berziarah kepadaku di Madinah ikhlas maka aku menjadi saksi dan pemberi syafa’at kelak hari kiamat.” Diriwayatkan pula : “ Barang siapa yang berangkat ibadah haji dan tidak berziarah padaku maka dia benar-benar telah menjadikanku bangkai.
Dan ziarah ke makam Nabi Muhammad SAW setelah beliau meninggal seperti ziarah kepada beliau ketika beliau hidup, hal ini berkaitan dengan hadits Nabi Muhammad SAW :
من حجّ فزار قبري بعد وفاتي فكأنما زارني في حياتي )  أخرجه الدار قطني 2-278 )
Artinya : “Barang siapa yang melakukan ibadah haji kemudian dia berziarah ke makamku setelah aku meninggal maka dia seperti berziarah padaku ketika aku hidup.” (HR Darul Quthni)
Di dalam hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda :
من زارني بعد مماتي فكأنما زارني في حياتي ومن مات في أحد الحرمين بعث من الأمنين يوم القيامة
(أخرجه الدار قطني 2-278 )
Artinya : “ Barang siapa yang berziarah padaku setelah aku meninggal maka dia seperti berziarah kepadaku ketika aku hidup dan barang siapa yang meninggal di salah satu dari 2 tanah haram    ( haram Mekkah & haram Madinah ) maka dia dibangkitkan di hari kiamat dan tergolong orang-orang yang aman.”
Adapun amal dari para sahabat di dalam berziarah diriwayatkan Sayidina Umar bin Khottob.ra ketika keluar ke masjid Nabawy dan mendapati kemudian beliau mendapati Sayidina Sahabat Mua’dz disisi makam Rasulullah SAW dan Sayidina Mua’dz.ra menangis….
Dan diriwayatkan di dalam kitab musnad Al-Firdaus, Rasulullah SAW bersabda :
 من حجّ إلى مكّة ثمّ قصدني في مسجدي كتبت له حجّتان مبرورتان 
Artinya : “Barang siapa yang hajji ke kota Makkah kemudian dia bermaksud menuju masjid ku, maka dia dicatat sebagai orang yang melakukan 2 ibadah haji yang di terima oleh Allah SWT.”
Dari hadits-hadits Nabawiyyah & perkataan ulama’ yang telah kita baca maka ziarah kubur hukumnya adalah sunnah dan sangat dianjurkan oleh syariat akan tetapi bagi kaum hawa diperbolehkan untuk berziarah dengan syarat aman dari fitnah yang bisa mengundang adanya kemaksiatan dari segi berpakaian dsb dan ditambah bagi yang sudah bersuami harus mendapat izin suaminya terlebih dahulu.




Tujuan Berziarah Kubur
      
        Sebagaimana telah dimaklumi, setiap orang yang
 melakukan ziarah kubur pasti memiliki maksud dan tujuan. Terkadang ziarah kubur dilakukan agar ingat akan akhirat, maka itu disunnahkan. Hadits di atas menunjukkan hal tersebut.  Ada pula orang yang berziarah dengan tujuan untuk mendoakan penghuni kubur. Ini juga disunnahkan, ka­rena, ada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, "Sesungguhnya Nabi SAW datang ke kubur, lalu beliau mengucapkan, Assallamu 'alaikum dara qaumin mu'minin, wa inna insya allahu bikum lahiqun (Kesejah­teraan semoga terlimpah kepada kalian, penghuni negeri kaum mukmin, dan kami insya Allah akan menyusul kalian)'."   Terkadang orang melakukan ziarah kubur karena ingin mengambil berkah dari ahli kubur, seperti pada kubur para nabi, wali, ulama, dan orang-orang shalih. Itu juga dibolehkan, bahkan sesuatu yang baik. Imam Al-Ghazali.rhm mengatakan, "Tiap-tiap orang yang dapat diambil keberkahannya pada masa hidupnya, boleh pula diambil keberkahannya sesudah matinya dengan menziarahinya, dan boleh pula melakukan perjalanan yang sulit untuk tujuan ini."   Ada pula ziarah kubur yang dilakukan karena ingin menunaikan hak ahli kubur. Ini pun boleh dilakukan. Dalam sebuah hadits dikatakan, "Nabi SAW bersabda, 

"`Sesuatu yang paling disenangi oleh mayit di dalam
 kuburnya adalah apabila ia diziarahi oleh orang yang mencintainya di masa hidupnya di dunia'."

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al- Hakim dari Abu Hurairah dikatakan:


,"Barang siapa menziarahi kubur kedua orang tuanya atau salah satunya pada setiap hari Jum'at satu kali, niscaya Allah ampuni ia atas dosanya dan ia tergolong orang yang berbakti kepada orang tuanya." Menjadi orang yang berbakti kepada orang tua adalah sesuatu yang sangat penting, sehingga dalam suatu hadits disebutkan, "Berbaktilah kalian kepada orang tua kalian, niscaya anak-anak kalian akan berbakti kepada kalian."
Hikmah Ziarah Kubur
Ziarah kubur mengandung keuntungan bagi kedua belah pihak: bagi yang mati dan orang yang menziarahi­nya. Keuntungan bagi yang mati adalah mereka men­dapat kesenangan dengan diziarahi. Selain hadits di atas, terdapat pula sebuah hadits yang mengatakan, Tidaklah seseorang menziarahi kubur saudaranya (sau­dara sesama muslim) dan ia duduk di sisinya, melainkan mayit itu mendapat kesenangan dan ia menjawabnya hingga yang berziarah itu berdiri."  Adapun keuntungan bagi yang berziarah adalah ia akan ingat mati, yakni ingat hal ihwal saat kematian datang dan sesudahnya. Dengan ingat mati itu, ia akan bertambah zuhud di dunia dan bertambah senang untuk beramal shalih, serta meraih ketaqwaan. Amal shalih dan taqwa itulah yang merupakan bekal utama di akhirat. Allah SWT berfirman, 

"Dan berbekallah kalian.
 Maka sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa." (QS Al-Baqarah: 197).
"Barang siapa beramal shalih, baik laki-laki maupun perempuan, dan ia seorang mukmin, sesungguhnya Kami akan memberikan ke­padanya suatu kehidupan yang baik di dunia, dan se­sungguhnya Kami akan memberikan balasan kepadanya di akhirat dengan balasan yang lebih baik daripada amal­-amal yang dahulu ia kerjakan." (QS An-Nahl: 97).

Banyak juga hadits Nabi SAW yang memerintah­kan kita untuk mengingat mati. Dalam sebuah hadits dikatakan, "Sering-seringlah kalian mengingat kemati­an." Dalam hadits lain dikatakan, "Orang yang cerdas adalah orang yang suka mengevaluasi dirinya dan ber­amal untuk persiapan setelah mati." Ketahuilah berdoa di kuburan pun adalah sunnah Rasulullah saw, beliau saw bersalam dan berdoa di Pekuburan Baqi’, dan berkali-kali beliau saw melakukannya, demikian diriwayatkan dalam shahihain Bukhari dan Muslim, dan beliau saw bersabda : 

Dulu aku pernah melarang kalian menziarahi kuburan, maka sekarang ziarahlah”. (Shahih Muslim hadits no.977 dan 1977)
Dan Rasulullah saw memerintahkan kita untuk mengucapkan salam untuk ahli kubur dengan ucapan “Assalaamu alaikum Ahliddiyaar minalmu’minin wal muslimin, wa Innaa Insya Allah Lalaahiquun, As’alullah lana wa lakumul’aafiah..” (Salam sejahtera atas kalian wahai penduduk penduduk dari Mukminin dan Muslimin, Semoga kasih sayang Allah atas yang terdahulu dan yang akan datang, dan sungguh kami Insya Allah akan menyusul kalian) (Shahih Muslim hadits no 974, 975, 976).


Hadits ini menjelaskan bahwa Rasulullah saw bersalam pada Ahli Kubur dan mengajak mereka berbincang-bincang dengan ucapan “Sungguh kami Insya Allah akan menyusul kalian”.
 Rasul saw berbicara kepada yang mati sebagaimana selepas perang Badr, Rasul saw mengunjungi mayat-mayat orang kafir, lalu Rasulullah saw berkata : “wahai Abu Jahal bin Hisyam, wahai Umayyah bin Khalf, wahai ‘Utbah bin Rabi’, wahai Syaibah bin Rabi’ah, bukankah kalian telah dapatkan apa yang dijanjikan Allah pada kalian…?!, sungguh aku telah menemukan janji Tuhanku benar..!”, maka berkatalah Umar bin Khattab ra : “wahai Rasulullah.., kau berbicara pada bangkai, dan bagaimana mereka mendengar ucapanmu?”, Rasul saw menjawab : “Demi (Allah) Yang diriku dalam genggamannya, engkau tak lebih mendengar dari mereka (engkau dan mereka sama sama mendengarku), akan tetapi mereka tak mampu menjawab” (Shahih Muslim hadits no.6498).
Makna ayat : “Sungguh Engkau tak akan didengar oleh yang telah mati”.
Berkata Imam Qurtubi dalam tafsirnya makna ayat ini bahwa yang dimaksud orang yang telah mati adalah orang kafir yang telah mati hatinya dengan kekufuran, dan Imam Qurtubi menukil hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa Rasul saw berbicara dengan orang mati dari kafir Quraisy yang terbunuh di Perang Badr. (Tafsir Qurtubi Juz 13 hal 232).
Berkata Imam At-Tabari rahimahullah dalam tafsirnya bahwa makna ayat itu : bahwa engkau wahai Muhammad tak akan bisa memberikan kefahaman kepada orang yang telah dikunci Allah untuk tak memahami (Tafsir Imam Attabari Juz 20 hal 12, Juz 21 hal 55, )

Berkata Imam Ibn katsir rahimahullah dalam tafsirnya : “walaupun ada perbedaan pendapat tentang makna ucapan Rasul saw pada mayat-mayat orang kafir pada peristiwa Badr, namun yang paling shahih di antara pendapat para ulama adalah riwayat Abdullah bin Umar ra dari riwayat-riwayat shahih yang masyhur dengan berbagai riwayat, diantaranya riwayat yang paling masyhur adalah riwayat Ibn Abdil Barr yang menshahihkan riwayat ini dari Ibn Abbas ra dengan riwayat Marfu’ bahwa : “tiadalah seseorang berziarah ke makam saudara muslimnya di dunia, terkecuali Allah datangkan ruhnya hingga menjawab salamnya”, dan hal ini dikuatkan dengan dalil shahih (riwayat shahihain, HR Bukhari-Muslim) bahwa Rasul saw memerintahkan mengucapkan salam pada ahlil kubur, dan salam hanyalah diucapkan pada yang hidup dan berakal dan mendengar, maka kalau bukan karena riwayat ini maka mereka (ahlil kubur) adalah sama dengan batu dan benda mati lainnya. Dan para salaf bersatu dalam satu pendapat tanpa ikhtilaf akan hal ini, dan telah muncul riwayat yang mutawatir (riwayat yang sangat banyak serta saling menguatkan satu dengan yang lainnya) dari mereka, bahwa Mayyit bergembira dengan kedatangan orang yang hidup ke kuburnya”. Selesai ucapan Imam Ibn Katsir (Tafsir Imam Ibn Katsir Juz 3 hal 439).
Rasul saw bertanya-tanya tentang seorang wanita yang biasa berkhidmat di masjid, berkata para sahabat bahwa ia telah wafat, maka Rasul saw bertanya : “mengapa kalian tak mengabarkan padaku?, tunjukkan padaku kuburnya” seraya datang ke kuburnya dan menyolatkannya, lalu beliau saw bersabda : “Pemakaman ini penuh dengan kegelapan (siksaan), lalu Allah menerangi pekuburan ini dengan shalatku pada mereka” (Shahih Muslim hadits no.956)
Abdullah bin Umar ra (putera sayidina Umar ibn Khattab.ra) bila datang dari perjalanan dan tiba di Madinah maka ia segera masuk masjid dan mendatangi Kubur Nabi saw seraya berucap : Assalamualaika Yaa Rasulullah, Assalamualaika Yaa Abubakar, Assalamualaika Ya Abataah (wahai ayahku)”. (Sunan Imam Baihaqi Al-Kubra hadits no.10051)
Berkata Abdullah bin Dinar ra : Kulihat Abdullah bin Umar ra berdiri di kubur Nabi saw dan bersalam pada Nabi saw lalu berdoa, lalu bersalam pada Abubakar dan Umar ra” (Sunan Imam Baihaqi A-Kubra hadits no.10052)
Sabda Rasulullah saw : Barangsiapa yang pergi haji, lalu menziarahi kuburku setelah aku wafat, maka sama saja dengan mengunjungiku saat aku hidup (Sunan Imam Baihaqi Al-Kubra hadits no.10054)
Dan masih banyak lagi kejelasan dan memang tak pernah ada yang mengingkari ziarah kubur sejak Zaman Rasul saw hingga kini selama 14 abad (seribu empat ratus tahun) lebih semua muslimin berziarah kubur, berdoa, bertawassul, bersalam dll tanpa ada yang mengharamkannya apalagi mengatakan musyrik kepada yang berziarah, hanya kini saja muncul dari kejahilan dan kerendahan pemahaman atas syariah, munculnya pengingkaran atas hal-hal mulia ini yang hanya akan menipu orang awam, karena hujjah-hujjah mereka Batil dan lemah. Jadi, berziarah kubur hukumnya adalah boleh bahkan sunnah Nabi SAW, mengingat dalil tersebut di atas. Dan hendaknya ketika akan masuk atau keluar atau lewat kubur orang Islam berdoa sebagaimana doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. sebagai berikut:


"ASSALAAMU 'ALAIKUM DAARA QAUMIM MUKMINIIN, WAINNAA INSYAA ALLAAHU BIKUM LAAHIQUUN. AS-ALUL­LAAHA LANAA WALAKUMUL 'AAFIYATA".
Artinya: "Semoga kesejahteraan bagimu hai ahli kubur dari orang- orang mukmin. Insya Allah kami akan bertemu dengan kamu. Kami memohon kepada Allah kesehatan/kesejahteraan untuk kami dan untuk kamu sekalian".
Buraidah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Saya pernah melarang kamu berziarah kubur. Tapi sekarang Muhammad tetah diberi izin untuk berziarah ke makam ibunya. Maka sekarang, berziarahlah! Karena perbuatan itu dapat mengingatkan kamu kepada akhirat.” (HR. At-Tirmidzi)
Dengan adanya hadits ini maka ziarah kubur itu hukumnya boleh bagi laki-laki dan perempuan. Namun demikian bagaimana dengan hadits Nabi SAW yang secara tegas menyatakan larangan perempuan berziarah kubur?. Abu Hurairah meriwayatkan Rasulullah SAW melaknat wanita yang berziarah kubur. (HR Ahmad bin Hanbal)
Menyikapi hadits ini ulama menyatakan bahwa larangan itu telah dicabut menjadi sebuah kebolehan berziarah baik laki-laki maupun perempuan, karena asbabul wurud (sebab keluarnya hadist) menjelaskan hadist tersebut di atas keluar ketika pelarangan Rasulullah SAW untuk berziarah kubur pada masa awal Islam. Dalam kitab Sunan at-Tirmidzi disebutkan:
Sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa hadits itu diucapkan sebelum Nabi SAW membolehkan untuk melakukan ziarah kubur. Setelah Rasulullah SAW membolehkannya, laki-laki dan perempuan tercakup dalam kebolehan itu. (Sunan At-Tirmidzi, [976]
Al-Imam Ibnu Hajar Al-Haitami.rhm pernah ditanya tentang ziarah ke makam para wali, beliau mengatakan:
Beliau ditanya tentang berziarah ke makam para wali pada waktu tertentu dengan melakukan perjalanan khusus ke makam mereka menjawab, berziarah ke makam para wali adalah ibadah yang disunnahkan. Demikian pula dengan perjalanan ke makam mereka. (Al-Fatawi al-Kubra al-Fiqhiyah, juz II, hal 24).
Ketika berziarah seseorang dianjurkan untuk membaca Al-Qur’an atau lainya. Ma’qil bin Yasar meriwayatkan Rasul SAW bersabda: Bacalah Surat Yasin pada orang-orang mati di antara kamu. (HR Abu Dawud)
Maka, Ziarah kubur itu memang dianjurkan dalam agama Islam bagi laki-laki dan perempuan, sebab didalamnya terkandung manfaat yang sangat besar. Baik bagi orang yang telah meninggal dunia berupa hadiah pahala bacaan Al-Qur’an, atau pun bagi orang yang berziarah itu sendiri, yakni mengingatkan manusia akan kematian yang pasti akan menjemputnya.
Sebelum saya tutup ulasan ini, maka sekali lagi harus diingat bahwa tradisi berziarah
adalah tradisi yang tetap hidup dengan segala warna warninya dan merupakan suatu 
hikmah dari Allah dan sunah Rasulullah yang baik, terpuji dan patut dingat maknanya sedalam-dalamnya 
agar bisa mengingatkan diri kita bahwa hidup ini akan berakhir dengan kematian. Wallahua’lam Bishawab ......!!! ==================================================================


Tidak ada komentar:

Posting Komentar