Selasa, 01 Desember 2015

SEJARAH THAREQAT SAMMANIYAH









Nama beliau adalah Ghauts az-Zaman al-Waliy Quthb al-Akwan asy-Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samman al-Madani keturunan Sayyidina Hasan bin Sayyidina Ali dengan Sayyidah Fatimah az-Zahra binti Sayyidina Rasulullah Saw. Beliau adalah ulama besar dan wali agung berdarah Ahlul Bait Nabi beraqidah Ahlussunnah wal Jama’ah dengan Imam Asy’ari dalam bidang teologi atau aqidah, dan Imam asy-Syafi’i madzab fiqih furu’ ibadatnya, dan Imam Junaid al-Baghdadi dalam tasawufnya. Beliau Ra. tinggal di Madinah menempati rumah yang pernah ditinggali Khalifah pertama, yakni Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq Ra. (seorang Shiddiq yang paling agung yang tiada bandingannya, kecuali para Anbiya wal Mursalin). Guru mursyid beliau diantaranya adalah Sayyidina Syekh Musthafa Bakri, seorang wali agung dari Syiria, keturunan Sayyidina Abu Bakar Shiddiq Ra. dari pihak ayah, sedangkan dari pihak ibu keturunan Sayyidina Husein Sibthi Rasulullah Saw. Pangkat kewalian beliau adalah seorang Pamungkas para wali, yakni Ghauts Zaman, dan wali Quthb al-Akwan, yakni kewalian yang hanya bisa dicapai oleh para sadah yang dalam tiap periode 200 tahun sekali. Dan beliau adalah Khalifah Rasulullah pada zamannya. Beliau banyak memiliki karomah yang tidak bisa dihitung jumlahnya, bahkan sampai saat inipun karamah itu terus ada. Karamah agung beliau adalah pangkat kewaliannya yang begitu agung. Beliau mendapat haq memberi syafaat 70.000 umat manusia masuk syurga tanpa hisab.
Diantara murid-murid beliau dari Indonesia yaitu:
1.      Quthb az-Zaman Syekh muhammad Arsyad al-Banjari.
2.      Quthb al-Maktum Syekh Abul Abbas Ahmad at-Tijani (pendiri tarekat Tijani).
3.      Al-Quthb Syekh Abdussamad al-Palimbani.
4.      Al-Quthb Syekh Abdul Wahab Bugis (menantu Syekh Arsyad al-Banjari).
5.      Al-Qutb Syekh Abdurrahman al-Batawi (kakek Mufti betawi dari pihak ibu Habib Utsman Betawi).
6.      Al-Quthb Syekh Dawud al-Fathani, dan lain-lain.
Dan diantara keagungan dan kemuliaan beliau yang amat banyak diantaranya adalah; semua murid beliau yang jumlahnya ribuan menempati maqam Quthb. Beliau menempati kemuliaan karena beliau berada pada jalan Rasulullah Saw. dan para sahabatnya, yakni Ahlussunnah wal Jama’ah. Demikian lah kesuksesan Syekh Samman dalam mendidik ruhani murid-muridnya sehingga mereka yang berjumlah ribuan menempati maqam Quthb, apatah lagi Rasulullah Saw. dengan para murid-muridnya yakni para sahabat, tentu maqam kewaliannya sangat agung, karena mereka mendapat keistimewaan menyertai kekasihNya (Muhammad Saw.), dan apa-apa yang menjadi Nubuwat Rasulullah Saw. dalam kitab-kitab terdahulu, maka pasti menceritakan dan memuji para Qudus agung yang menyertai kekasihNya, yakni para sahabat Rasulullah Saw. Al-Quthb al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi berkata: “Serendah-rendahnya martabat sahabat maka tidak akan bisa dicapai walau oleh 70 Imam Junaid al-Baghdadi”. Padahal Imam Junaid hidup pada zaman salaf dan menempati Sulthon al-Auliya pada zamannya. Karena para sahabat ini adalah para wali agung, maka para ahli tasawwuf (Aswaja) sangat sopan dengan mereka, tidak menceritakan mereka kecuali kebaikan. Sehingga wajib hukumnya berprasangka baik dengan para Auliya. Lebih-lebih lagi para sahabat yang notabene adalah hasil didikan langsung Rasulullah Saw. yang menempati Shiddiq dalam kewalian.
Maka dari itu, ummat Islam Aswaja tidak akan membicarakan panjang lebar tentang pertikaian antar sahabat, baik itu antara Sayyidah Aisyah dengan Sayyidina Ali Kw, pada perang Jamal, maupun antara Sayyidina Ali Kw. pada satu pihak dengan Sayyidina Muawiyah Ra. pada pihak lain. Kita kaum Aswaja tidak akan mengotori mulut kita dengan umpatan dan negatif thinking kepada mereka. Bahkan Khalifah Ali Kw. mengatakan seterunya saat itu bahwa antara beliau dengan Sayyidina Muawiyah adalah saudara seiman dan satu kalimat, hanya saja khilaf dalam penyelesaian pembunuhan Khalifah Utsman Ra. Bahkan beliau Kw. menyolatkan semua korban perang baik yang di pihak beliau maupun pihak Gubernur Damaskus saat itu.



Syekh Samman Al-Madani Al-Hasani (Pendiri Tarekat Sammaniyah)

Kemunculan Tarekat Sammaniyah bermula dari kegiatan sang tokoh pendirinya, yaitu Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Sammani al-Hasani ai-Madani al-Qadiri al-Quraisyi. Ia adalah seorang fakih, ahli hadits, dan sejarawan pada masanya. Dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 1132 Hijriyah atau bertepatan dengan tahun 1718 Masehi. Keluarganya berasal dari suku Quraisy. Semula, ia belajar Tarekat Khalwatiyyah di Damaskus. Lama-kelamaan, ia mulai membuka pengajian yang berisi teknik dzikir, wirid, dan ajaran tasawuf lainnya. Ia menyusun cara pendekatan diri dengan Allah Swt. yang akhirnya disebut sebagai Tarekat Sammaniyah. Sehingga, ada yang mengatakan bahwa Tarekat Sammaniyah adalah cabang dari Khalwatiyyah.
Demi memperoleh ilmu pengetahuan, ia rela menghabiskan usianya dengan melakukan berbagai perjalanan. Beberapa negeri yang pernah ia singgahi untuk menimba ilmu diantaranya adalah Iran, Syam, Hijaz, dan Transoxiana (wilayah Asia Tengah saat ini). Diantara karya-karya tulis beliau adalah; Mujamu al-Masyayikh, Tazyil at-Tarikh Baghdad, dan Tarikh Marv. Kemuliaan Syekh Muhammad Samman dikenal sebagai tokoh tarekat yang memiliki banyak karamah. Baik dari kitab Manaqib Syaikh al-Waliy asy-Syahir Muhammad Samman maupun Hikayat Syekh Muhammad Samman, keduanya mengungkapkan sosok Syekh Samman. Sebagaimana guru-guru besar tasawuf, Syekh Muhammad Samman terkenal akan kesalehan, kezuhudan, dan kekeramatannya. Konon, ia memiliki karamah yang sangat luar biasa.

“Ketika kaki diikat sewaktu di penjara, aku melihat Syekh Muhammad Samman berdiri di depanku dan marah. Ketika kupandang wajahnya, tersungkurlah aku dan pingsan. Setelah siuman, kulihat rantai yang melilitku telah terputus," kata Abdullah al-Basri. Padahal, kata seorang muridnya, ketika itu Syekh Samman berada di kediamannya sendiri. Adapun perihal awal kegiatan Syekh Muhammad Samman dalam tarekat dan hakikat, menurut Kitab Manaqib, diperolehnya sejak bertemu dengan Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Suatu ketika, Syekh Muhammad Samman berkhalwat (menyendiri) di suatu tempat dengan memakai pakaian yang indah-indah. Pada waktu itu datanglah Syekh Abdul Qadir al-Jailani yang membawakan pakaian jubah putih dan berkata: "Ini pakaian yang cocok untukmu." Ia kemudian memerintahkan Syekh Muhammad Samman agar melepas pakaiannya dan mengenakan  jubah putih yang dibawanya itu.
Konon, Syekh Muhammad Samman menutup-nutupi ilmunya sampai datanglah perintah dari Rasulullah Saw. untuk menyebarkannya kepada penduduk Kota Madinah.

 

Wasiat Syekh Samman Al-Madani Al-Hasani (Penjaga Makam Rasulullah Saw.)

 

Diantara wasiat yang diberikan Syekh Samman al-Madani adalah, berkata al-Imam al-Quthb al-Ghauts az-Zaman al-Waliy al-Quthb al-Akwan asy-Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samman al-Madani:

·         "Tidaklah aku diangkat Allah Swt. menjadi al-Waly al-Quthb al-Ghauts dan Quthb al-Akwan melainkan aku selalu rutin membaca doa; Allahummaghfir li-ummati sayyidina  Muhammad. Allahummarham li-ummati sayyidinina Muhammad. Allahummastur li-ummati sayyidina Muhammad. Allahummajbur  li-ummati sayyidina Muhammad Saw. 4X berturut-turut setelah selesai sholat Shubuh sebelum berkata-kata urusan dunia  dan dia istiqamah membacanya maka ia menempati martabat fadhilah Quthub.”


Maksud beliau memberikan amalan ini ialah agar kita selalu bersatu sesama ummat islam dan sebagai ummatnya Rasulullah Saw. janganlah ada iri dengki dan buruk sangka terhadap sesama sekalipun seseorang itu kelihatannya hina. Jadi membaca doa ini setelah sholat Shubuh dengan niatan mudah-mudahan semua ummat Rasulullah Saw. diampuni Allah Swt. Atas segala dosa, dimudahkan Allah Swt. tuk mengamalkannya dan dengan harapan semoga hati kita dibersihkan dari segala penyakit hati seperti riya, ujub, takabbur, sombong, iri, dengki, hasud, berperasangka buruk dan sifat-sifat buruk lainnya.

·    “Barangsiapa mengambil thariqah kepadaku dan mengamalkannya niscaya pasti ia akan mendapatkan rasa majdzub di dalam dunia (diambil oleh Allah Swt. aqalnya yang Basyariyyah diganti dengan aqal yang bersifat Rabbaniyah) yakni diambil oleh Allah akan rasa punya wujud dan sifat dan af’al diganti dengan rasa ‘adam mahdhah adam semata” yakni tiada punya wujud, sifat dan af’al melainkan hanya Allah Swt. yang punya wujud hakiki, minimal di saat sakaratul maut.”
·    “Perkataan aku ini seperti perkataan Sayyidi Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Barangsiapa yang menyerukan aku “Ya Samman” 3 kali ketika mendapat kesusahan, niscaya aku akan datang menolongnya.”

Syekh Samman al-Madani meninggal dunia pada hari Rabu 2 Dzulhijjah tahun 1189 H, dan dimakamkan di pemakaman Baqi’ bersandingan dengan maqam  para Istri Rasulullah. Para ualam mengatakan bahwa barangsiapa yang melazimkan membaca Manaqib Sayyidi Syekh Samman (Ratib Samman) berjamaah dengan orang banyak dan membaca al-Qur’an serta bertahlil kemudian bersedekah semampunya dan pahalanya dihadiahkan kepada Sayyidi Syekh Samman, niscaya ia akan dimudahkan rizqinya oleh Allah Swt.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar