Selasa, 01 Desember 2015

BUYA HAMKA MEMBUNGKAM AQIDAH SALAFI WAHABI













Seorang Salaf Yang Pernah Duduk Bersama Wahabi ialah Buya Hamkah
&

Petikan Ulama Ahlul Sunnah Kepada Wahabi


    Dahulu aku mempercayai mereka (Salafi-Wahabi_red) ketika aku tertipu bahwa mereka benar-benar berada di atas MANHAJ para sahabat dan Tabi’în, tetapi kenyataannya aku dapati mereka hanya memilih Salaf yang FASIK dan JAHIL, bahkan kebanyakan mereka tidak ikut memilih, karena mereka bukan para peneliti, akan tetapi memilih apa yang dipilihkan untuk mereka oleh al Lâlakai, Ibnu Buththah dan Ibnu Taimiyah dkk… dan sangat disayangkan bahwa mereka telah meyakinkan banyak orang dan kaum awam bahwa Syari’at Allah harus diambil dari SALAF, dan bukan diambil dari Kitabullah dan Sunnah yang Shahihah!
Mereka tidak serius dalam menjadikan Al Qur’an dan Sunnah sebagai dua sumber utama Syari’at. Keduanya berada di bawah belas kasih sebagian SALAF mereka. Mereka akan mengizinkan Allah dan Rasul-Nya berperan ketika mereka kehendaki saja. Sehingga jadilah Syari’at kita bukan bersumber dari Allah, khususnya dalam Akidah. Tetapi para pendeta yang kita jadikan tuhan-tuhan, persis seperti yang dilakukan umat-umat sebelum kita.
.
Karena itu mereka (kaum Salafi Wahabi_red) hanya mengulang-ulang tanpa mereka sendiri memahaminya: SALAF! SALAF! Mereka tidak mengkaji legalitas Syar’i penetapan prinsip Bid’ah Besar ini (yaitu menjadikan SALAF sebagai sumber agama_red)… mereka tidak mengenal SALAF. Mereka hanya kenyang dengan nukilan-nukilan secara taklid buta.
Oleh sebab itu, saya ulangi bahwa: Menjadikan SALAf –walaupun yang shaleh di antara mereka- sebagai sumber Syari’at adalah BID”AH KEMUSYRIKAN, bukan sekedar bid’ah praktis biasa. Janganlah kalian (pengikut Salafi Wahabi) memerangi ‘Bid’ah’ saya dalam pandangan kalian yang walaupun belum pasti itu bid’ah dengan BID’AH kalian yang pasti dan bersifat BID’AH KEMUSYRIKAN. Atau paling tidak jangan perangi bid’ah dengan bid’ah lainnya.
Khulashah
Ringkas kata di sini saya katakan: Agungkan Allah dalam hati-hati kalian! Jangan kalian memvonis orang lain kafir berdasarkan kaca mata mazhab, dan membela hanya karena mazhab! Vonis kafir karena Allah! Belalah Allah! Dengan arti: Hendaknya tertanam dalam niat kalian ketika menetapkan vonis hanya Allah semata dasar dan tujuan kalian.  
.
Mereka yang pandai mengecam orang lain dari pengikut mazhab-mazhab dengan menuduh mereka selain Allah… mereka yang menvonis itu sama sekali tidak adil dan tidak jujur. Pengkafiran mereka itu hanya atas dasar mazhab dan kesukuan. Bukan karena Allah. Buktinya adalah bahwa mereka tidak menetapkannya berdasarkan ketetapan kaidah Syari’at Allah. Akan tetapi mereka berlari di belakang para “pendeta” mereka (maksudnya vonis mereka berdasarkan fatwa-fatwa para “pendeta/rahib” mereka [ulama Salafi Wahabi_red]): INI SYIRIK! INI KAFIR! Mereka tidak memiliki kaidah Syar’i yang baku yang dijalankan demi Allah.
Kemudian andai mereka menemukan… andai mereka mengetahui bahwa mereka MEMVONIS KAFIR kaum SUFI atas dasar perkara-perkara tertentu yang terbukti juga dilakukan oleh SALAF mereka, apa yang akan mereka lakukan? Pasti mereka akan menganggap SALAF mereka itu sedang berijtihad, seperti dalam menyeru selain Allah (yang dijadikan oleh Salafi Wahabi sebagai alasan memvonis kafir seluruh kaum Muslimin_red). Tetapi anehnya, ketika yang melakukannya adalah kaum Sufi, mereka dengan tanpa ragu menjatuhkan vonis MUSYRIK!
Jadi, mari kita kembali kepada inti masalahnya. Mu’awiyah dalam akidah Salafi mendapat PAHALA atas pelaknatannya kepada para sahabat. Sementara SYIAH mereka vonis kafir karena mencela sahabat
Di sini, kita dapati mereka (Salafi Wahabi) menyembah EGO dan MAZHAB, bukan menyembah Allah.
Ini adalah masalah-masalah praktis yang jeli dan menentukan. Jika pengikut Salafi yang masih baik memahaminya pasti mereka akan bangkit melawan para “PENDETA” mereka. Karena terbongkar di hadapan pikiran mereka penggunaan standar ganda dan jual beli agama yang mereka sedang lakoni
.
Andai mereka menemukan bahwa ternyata Ibnu Taimiyah membolehkan menyeru: “YA MUHAMMAD/Wahai Muhammad!”… dan bahwa Ahmad bin Hanbal ternyata membolehkan berucap: “Aku berlindung kepada SAYYID/tuan/penguasa lembah ini”… dan al Harbi al Hanbali membolehkan bertabarruk (mengambil keberkahan) dari kuburan Ma’ruf al Karkhi… apakah jika mereka (Salafi Wahabi) menemukan ini semua, mereka sanggup menjatuhkan vonis yang sama ke atas Syi’ah dan kaum Sufi dan juga Ibnu Taimiyah dan Ahmad ?! dengan memvonis mereka semua adalah MUSYRIKUN
Saya yakin, jawabnya sudah jelas. Mereka tidak akan berani untuk menstempel Ibnu Taimiyah dengan stempel BID’AH apalagi MUSYRIK, walaupun terbukti bahwa Ibnu Taimiyah bersujud kepada arca-arca. Jadi, inti problemnya adalah MEYEMBAH MAZHAB, bukan menyembah Allah
Oleh karena itu nasihat saya kepada teman-teman pengikut Salafi yang masih baik: Tinggalkan segala perkara Jangan kamu kaji, fahami hukum Allah. Tetapkan status MUSLIM untuk setiap orang yang mengucapkan Syahadatain. Jangan memikul tanggungan orang lain
Dahulu saya juga seperti kalian, TERTIPU! Apakah kalian mengira bahwa saya bisa terbebas dari jeratan itu dengan mudah? Itu saya peroleh setelah bertahun-tahun meneliti dengan penuh keseriusan; mencari kebenaran, dan mengalami kebingungan dll… tetapi pada akhirnya, aku temukan mazhab-mazhab itu bermiripan. Dan orang yang ikhlas karena Allah dalam bermazhab itu sedikit. Tetapi yang ikhlas karena mazhab itu banyak. Menyembah mazhab itu sangat samar. Dan ia mendorong untuk menghias mazhab dan menganggapnya suci dan akan menyebabkan matinya hati nurani
Khulashah
Barang siapa yang menginginkan pahala dan keridhaan Allah, maka dengan kejujuran niatnya ia pasti akan mendapatkannya. Tetapi dengan syarat ia harus meninggalkan kecongkakan, berlebih-lebihan secara bodoh dalam mazhab. Dan barang siapa ingin menyembah mazhab pasti kedua telinganya akan tuli dari segala nasihat dan akan berketerusan dalam menyembahnya!







Sekilas Asal Usul Pendiri Aliran sekta Salafi-Wahabi
dan Meyikapi Ulama-Ulama Besar Salafi-Wahabi (Buya Hamka)



   Sekte Wahabiyah ini dinisbatkan kepada Muhammad ibn Abdil Wahhab ibn Sulaiman an- Najdi. Lahir tahun 1111 H dan wafat tahun 1206 H.

Beliau telah belajar sedikit ilmu agama dari beberapa gurunya termasuk ayahnya sendiri. Disebutkan bahwa dia gemar membaca bertita dan kisah-kisah para pengaku kenabian, seperti Musailamah al Kadzdzâb, Sujâh, Aswad al Ansi dan Thulaihah al Asdi. Sejak masa studinya telah tampak dari gelagatnya penyimpangan besar, sehingga ayahnya dan para gurunya mengingatkan masyarakat akan bahaya penyimpangannya. Mereka bertutur, “Anak ini akan tersesat dan akan menyesatkan banyak orang yang Allah sengsarakan dan jauhkan dari rahmat-Nya!”.

Pada tahun 1143.H Muhammad ibn Abdil Wahhab menampakkan ajakannya kepada aliran baru, akan tetapi ayahnya bersama para masyaikh, guru-guru besar di sana berdiri tegak menghalau kesesatannya itu. Mereka menbongkar kebatilan ajakannya.

Ajakannya tidak laku, sehingga ketika ayahnya wafat pada tahun 1153 H, ia mulai berleluasa dalan ajakannya. Ia mulai menyuarakan kembali  ajakannya di kalangan para awam yang lugu dan tak tau banyak tentang  agama, maka sekelompok orang awam menerima ajakannya dan mendukungnya. Atas kelahiran sekte sempalan ini, masyarakat di sana bangkit dan hamper-hampir membunuh Ibnu Abdil Wahhab (penganjurnya).

Ia melarikan diri ke kota Al ‘Aniyyah. Di sana ia mendekatkan diri kepada Emir kota tersebut, ia menikah dengan saudari Emir. Di sana ia memulai kembali ajakannya kepada bid’ah yang ia cetuskan itu, tetapi tidak lama kemudian, masyarakat Al ‘Ainiyyah keberatan dengan ajakannya, mereka mengusirnya dari kota tersebut.

Ia pergi meninggalkan Al ‘Ainiyyah menuju Ad Dir’iyyah (sebelah timur kota Najd), sebuah daerah yang dahulu ditinggali oleh Musailamah al kadzdzâb yang mengaku-ngaku sebagai nabi itu dan dari kota itulah gerombolan kaum murtaddin berusaha menyerang kota Madinah sepeninggal Nabi saw.

Di kota tersebut, ia mendapat dukungan dari Emirnya yaitu Muhammad ibn Sa’ud, dan masyarakat di sana menyambut ajakannya dengan hangat.

Ketika itu ia bertingkah seakan seorang mujtahid agung. Ia tidak pernah menghiraukan pendapat para imam dan ulama terdahulu maupun yang sezaman dengannya, sementara itu semua tau bahwa ia sangat tidak layak untuk mensejajarkan dirinya di barisan para ulama mujtahidin.

Demikianlah disifati oleh saudara kandunganya, seorang alim besar bermana Sulaiman ibn Abdil Wahhab. Sebagai saudara kandung ia tau persis kondisi saudara tersebut. Syeikh Sulaiman ini telah menulis sebuah buku yang membidas ajakan saudaranya yang sesat dan menyimpang itu. Di antara beliau mengatakan:

اليوم ابتلى الناس بمن ينتسب الى الكتاب والسنه ويستنبط من علومهما ولا يبالى من خالفه، ومن خالفه فهو عنده كافر، هذا وهو لم يكن فيه خصله واحده من خصال اهل الاجتهاد، ولا واللّه ولا عشر واحده، ومع هذا راج كلامه على كثير من الجهال، فانا للّه وانا اليه راجعون.

Sekarang, orang-orang telah ditimpa bala’ (bencana) dengan seorang yang mengaitkan dirinya dengan Alqur’an dan Sunnah, menyimpulkan dari keduanya, dan tidak menghiraukan sesiapa yang menyelisihinya. Siapa yang menyelisihinya adalah kafir menurutnya. Demikinlah, sementara ia bukan seorang yang menyandang satu dari sekian banyak syarat ijtihad… tidak bahkan sepersepuluh syaratnya pun tidak ia miliki. Namun demikian ucapannya laris di kalngan kaum jahil. Innâ Lilâhi wa Innâ Ilahi Râji’ûn.

Dasar Pemikiran Aliran Wahabi

Sekte Wahhabiyah memiliki dasar doqma ajaran yang dinyatakan dan dasar yang tersembunyi. Dasar yang dinyatakan adalah memurnikan tauhid hanya untuk Allah SWT., memerangi syirik dan berhala-berhala/sesembahan selainAllah. Akan tetapi realita sepak terjang sekte ini tidak mencerminkan sedikitpun dasar yang mereka nyatakan, seperti akan Anda saksikan nanti.

Adapun dasar yang tersembunyi ialah merobek-robek kasatuan Umat Islam, membangkitkan fitnah dan mengobarkan peperangan di antara sesame mereka demi kepentingan para penjajah Barat. Ini adalah poros yang seluruh upaya dan usaha kaum Wahhabi bergerak untuknya sejak awal pembentukannya hingga hari ini. Inilah dasar sesungguhnya sekte ini yang untuknya dasar pertama yang dinyatakan dieksploitasi demi merayu kaum awam yang lugu dan kosong pamahaman agama mereka.

Tidak diragukan lagi bahwa slogan memurnikan Tauhid hanya untuk Allah SWT. dan memerangi kemusyrikan adalah slogan yang sangat menawan dan memikat, di bawah slogan itu mereka yang telah terjaring aliran akan bersemangat, sementara itu mereka tidak memahami bahwa slogan itu hanya sekedar kedok demi merealisasikan tujuan awal yang disembunyikan itu.

Para peneliti sejerah aliran Wahhabiyah telah membuktikan bahwa ajakan ini telah dibentuk atas perintah langsung Kementrian urusan Penjajahan Kerajaan Inggris. Sebagai contoh baca buku Pilar-pilar Penjajahan tulisan Khairi Hammâd, Tarikh Najd tulisan Lison John Philippi yang menyamar dengan nama Abdullah Philippi serta Wahhabiyah Naqdun wa Tahlîl tulisan Hamayun Hamta.

Pilar Pemikiran Aliran Wahhabiyyah

Kaum Wahhabi membagi akidah menjadi dua bagian:

Pertama, yang datang dalam Alqur’an dan atau Sunnah. Mereka mengklaim bahwa bagian ini mereka ambil dari dasar Alqur’an dan Sunnah tanpa berujuk kepada ijtihad para mujtahidin dalam memahami maknanya, baik dari kalangan Sahabat, Tabi’in atau para imam mujtahidin lainnya.

Kedua, apa-apa yang tidak ada nash yang datang tentangnya. Di sini mereka mengklaim mengambilnya dari pemahaman Imam Ahmad dan Ibnu Taimiyah.

Akan tetapi dalam kedua perkara ini mereka mengalami kegagalan, mereka terjatuh dalam kontradiksi dan akhirnya menerjang hal-hal yang terlarang. Sebagai contoh:

1) Mereka sangat Literalis.

Mereka beku dan terpaku atas makna-makna yang mereka fahami dari zahir sebagian nash, karenanya mereka menyalahi dasar-dasar, ushûl dan ijma’. Dari sini Syeikh Muhammad Abduh menyifati mereka dengan, “Sangat sempit kesabaran dan kreatifitasnya, sesak dadanya dibanding kaum muqallid, mereka berpandangan wajib hukumnya mengambil makna lahiriyah yang difahami dari teks yang datang dan mengikat diri dengannya tanpa memperhatikan apa yang ditetapkan oleh dasar-dasar yang atasnya agama ini ditegakkan.”

2) Mereka menyalahi Imam Ahmad.

Pada kenyataannya, mereka telah nyata-nyata menyalahi Imam Ahmad dalam hal pengkafiran sesiapa yang menyalahi mereka, sementara itu mereka tidak menemukan pada fatwa-fatwa Imam Ahmad yang dapat dijadikan dasar untuk keyakinan mereka tersebut. Bahkan sebaliknya, prilaku hidup dan fatwa-fatwa Imam Ahmad bertolak belakang dengan mereka. Beliau tidak mengafirkan ahli Kiblat (kaum Muslim) karena sebab dosa, baik dosa besar atau kecil kecuali sengaja meninggalkan shalat. Selain itu mereka juga tidak menemukan pada Ibnu Taimiyah sesuatu yang dapat menjadi bukti kebenaran akidah mereka (tentang pengafiran), bahkan yang datang dari Ibnu Taimiyah adalah bertolak belakang dengannya.

Ibnu Taimiyah berkata:

إنَّ مَنْ وَالىَ مُوافِقِيْهِ وَعادَى مُخَالفيه، وفرق جماعه المسلمين، وكفر وفسق مخالفيه فى مسائل الاراء والاجتهادات، واستحل قتالهم، فهو من اهل التفرق والاختلاف.

“Sesiapa yang mencintai teman-teman satu pendapat, memusuhi yang menyalahinya, memecah belah jama’ah kaum Muslim, mengafirkan dan menuduh fasik mereka yang menyelisihinya dalam masalah-masalah pandangan dan rana ijithad serta menghalalkan memerangi mereka maka ia tergolong ahli tafarruq dan ikhitlâf (pemecah belah umat dan pengobar perselisihan).”

Dengan demikian kaum Wahhabi –sesuai fatwa Ibnu Taimiyah- adalah kaum pemecah belah umat dan pengobar perselisihan!

3) Akidah Wahhâbiyah dalam masalah hukum menziarai makam-makam (kuburan).

Akidah Wahhâbiyah dalam masalah hukum menziarai makam-makam (kuburan). meniscayakan harus dikafirkan dan dimusyrikkannya Imam Ahmad ibn Hanbal dan sesiapa yang menyetujui pendapatnya! Dan darah-darah mereka adalah halal untuk dicucurkan dan harta-harta mereka adalah halal untuk dirampas!

Ibnu Taimiyah telah menukil bahwa Imam Ahmad ibn Hanbal telah menulis satu juz tentang ziarah makam Imam Husain as. Di Karbala’, apa yang harus dilakukan oleh peziarah. Ibnu Taimiyah berkata:

ان الناس فى زمن الامام احمد كانوا ينتابونه، اى يقصدون زيارته.

“Sesungguhnya manusia di zaman Imam Ahmad senantiasa mendatangi makam Husain.”

Sementara dalam akidah kaum Wahhâbiyah mengadakan perjalanan ke makam-makam dengan tujuan menziarainya adalah syirik yang karenanya pelakunya berhak dihalalkan darah dan hartanya!

Maka dengan dasar akidah tersebut, Imam Ahmad dan kaum Muslimin yang hidup sezaman atau sebelum dan sesudahnya yang berpendapat bahwa praktik tersebut adalah mustahab adalah halal darah dan harta mereka!

Bahkan dapat disimpulkan dari keyakinan mereka bahwa seluruh umat Islam itu kafir dan musyrik!! Dan tidak terkecuali para sahabat Nabi saw. juga.

Lalu atas dasar apa kaum Wahhâbiyah itu mengaku sebagai pengikut dan pewaris mazhab Imam Ahmad ibn Hanbal?!

4) Hal yang sama juga berlaku pada keyakinan Wahhâbiyah tentang memohon syafa’at dari Nabi saw.

Dalam pandangan Wahhâbiyah, memohon syafa’at dari Nabi saw. Setelah wafat beliau adalah syirik. Dan sesiapa yang mengatakan; “Wahai Rasulullah berilah aku syafa’atmu!” maka ia telah syirik akbar, terbesar, karena –dalam anggapan Wahhâbiyah- orang tersebut telah menjadikan Nabi saw. Sebagai arca yang disembah selain Allah. Karenanya ia kafir dam musyrik, darah dan hartanya halal!

Padahal telah tetap dalam hadis shahih bahwa banyak dari sahabat dan tabi’în yang melakukannya. Ibnu Taimiyah pun telah menshahihkannya dari banyak jalur periwayatan. Ia meriwayatkannya dari al Baihaqi, ath Thabarâni, Ibnu Abi ad Dunya, Ahmad ibn Hanbal dan Ibnu as Sunni. Kendati kemudian ia tetap bersikeras meyakini pendapatnya dan menyelisihi hadis shahih. Namun demikian Ibnu Taimiyah tidak menganggapnya sebagai syirik, seperti yang diyakini kaum Wahhâbiyah!! Lebih lanjut baca az Ziyârah; Ibnu Taimyah:7/101-106)

Maka atas dasar akidah kaum Wahhâbiyah itu, para sahabat dan tabi’în adalah telah kafir dan menyekutukan Allah dan tentunya wajib dibunuh!!

Dan tidak hanya mereka yang dihukumi kafir oleh kaum Wahhâbiyah, akan tetapi, orang-orang lain pun yang telah sampai kepada mereka praktik para sahabat dan tabi’în tersebut dalam memohon syafa’at dari Nabi saw. Kemudian tidak mengingkarinya dan tidak mengafirkan mereka, maka ia juga kafir!!! Darah dan hartanya halal!

Dengan demikian, siapa yang akan selamat dari vonis kafir oleh kaum Wahhâbiyah!! Lalu siapakah sebenarnya Salaf panutan mereka itu, jika  para sahabat dan tabi’în (yang merupakan generasi keemasan) telah mereka kafirkan?!.

Akidah Wahhâbiyah Tentang Sahabat Nabi saw.

Seperti telah lewat disebutkan, bahwa keyakinan Wahhâbiyah meniscayakan kafirnya sebagian besar sahabat yang hidup sepeninggal Nabi saw. Dimana mereka membolehkan memohon syafa’at dari Nabi saw. Atau membolehkan safar, mengadakan perjalanan menuju makam suci Nabi saw. Atau menyaksikan sahabat lain atau orang lain melakukannya tetapi tidak menegurnya atau menvonisnya kafir dan syirik dan tidak pula menghalalkan darah dan hartanya!

Ini adalah konsekuensi logis akidah mereka itu! Dan demikianlah mereka telah menvonis. Akan tetapi dalam ajakan kapada alirannya, mereka berpura-pura mengagungkan para sahabat Nabi saw. demi merayu kaum awam yang lugu! Sebagaimana mereka sepertinya juga takut dari berterus terang!

Kaum Wahhaâbiyah juga mencerca para sahabat yang hidup sezaman dengan Nabi saw. Muhammad ibn Abdil Wahhâb –pendiri sekte ini- berkata tentang sahabat Nabi saw.

ان جماعه من الصحابه كانوا يجاهدون مع الرسول ويصلون معه ويزكون ويصومون ويحجون، ومع ذلك فقد كانوا كفارا بعيدين عن الاسلام

“Sekelompok sahabat ada yang berjihad bersama Rasulullah, shalat bersamanya, membayar zakat, berpuasa dan haji, namun demikian mereka itu adalah kaum kafir dan jauh dari Islam!”

Dan sebagai bukti kebencian mereka kepada sahabat Nabi saw., kaum Wahhâbiyah memuji Mu’waiyah setinggi langit! Demikian juga dengan Yazid putranya. Sementara sejarah tidak menyaksikan seorang yang lebih memusuhi sabahat setia Nabi saw. Lebih dari Mu’awiyah. Dan tidak ada seorang yang sangat membenci dan menghina para sahabat Nabi saw. lebih dari Yazid.

Dalam tiga tahun masa kekuasannya, Yazid telah melakukan tiga kejahatan dan kekafiran besar.

1) Membantai keluarga Nabi saw.; Husain ra. dan keluarga serta pengkut setianya di padang Karbala.

2) Membantai penduduk kota suci Madinah dan membebaskan pasukannya untuk berbuat apa saja selama tiga hari. Sehingga ratusan penduduk sipil dibantai, tidak terkecuali anak-anak kecil dan kaum manula. Tidak cukup itu mereka memperkosa putri-putri sahabat mulia, sehingga tidak kurang dari 1000 gadis mereka perkosa!

3) Membombardir Ka’bah dengan alasan menekan basis pertahanan Abdullah ibn Zubair.

Selain itu sejarah mencacat bahwa Yazid adalah pemabok berat … meninggalkan shahat… dan atas dasar fatwa kaum Wahhâbiyah, sesiapa yang meninggalkan shalat maka ia dihukumi kafir.

Imam Ahmad ibn Hanbal pun telah melaknat Yazid.

Jadi jika benar kaum Wahhâbiyah mengaku sebagai pengikut Imam Ahmad ibn Hanbal maka mereka harus mengafirkan Yazid dan melaknatinya selalu!! Tetapi anehnya, kaum Wahhâbiyah itu malah tak henti-hentinya memintakan rahmat untuk Yazid dan memujinya setinggi langit…. Sampai-sampai kementrian pendidikan, wazârah al Ma’ârif Kerajaan Saudi Arabia menerbitkan buku dengan judul Haqâiq ‘An Amîrul Mu’minîn Yazid (la’natullah ta’ala ‘alaih).




5 komentar:

  1. Bismillah, brhati2lah wahai sodara semuslim..berhati hatilah dalam berucap..jgn sampai ucapanmu itu menjadi boomerang diri sendiri dan bertobatlah wahai soadara seiman

    BalasHapus
  2. He....he.... sabar mas, karena banyak faham dan amalan Syi'ah yg sudah merasuki Islam Indonesia.
    Mereka.benci Pemurnian Islam.
    Dimana Ritual-2 bagi sebagian mereka adalah, lumbung/ ladang pencaharian para ustadz nya

    BalasHapus
  3. Aduh tulisan macam apa ini, bingung memahaminya.

    Tak runtut dan tajam sekali aroma kebencian yang hendak disebarkan, malah menjadikannya jauh dari sikap ilmiah.

    BalasHapus
  4. Buya hamka berhasil terkecoh wahabi.

    BalasHapus
  5. Ayat syiah penuh kebencian dan cacian. Mudah untuk dihidu busuknya.

    BalasHapus